Powered by Blogger.
  • Home
  • About BCI
  • About Bipolar
    • Apa Itu Bipolar
    • Referensi
    • Articles
  • Events
  • Gallery
  • Join Us
facebook instagram

Bipolar Care Indonesia

Foto diambil dari www.pexels.com

Sebuah Upaya Menikmati Waktu Yang Kita Miliki
oleh : Dimas Huda Mahendra S.Psi

Kehidupan modern dengan laju yang semakin bertambah cepat membentuk seseorang memiliki orientasi yang terlalu terarah ke masa depan. Masa depan yang seharusnya tidak memiliki muatan apapun, seolah menyelinap dan menggerogoti kehidupan. Kita amat menghargai keuntungan dari penghematan waktu dan perencanaan di masa depan. Layaknya seorang sopir bus yang menyetir ugal-ugalan demi mengejar penumpang yang belum terlihat, ia lupa bahwa ada penumpang yang berharap keselamatan.

Dalam kajian ilmu psikologi, seseorang perlu untuk mengalokasikan waktu guna menikmati waktu tersebut yang dikenal sebagai konsep Savoring, yaitu secara aktif berusaha untuk memperpanjang dan/ atau mengintensifkan suatu peristiwa menyenangkan, dengan merenungkannya atau mengingat semua detail yang paling menyenangkan. Layaknya gagasan bahwa kita harus berhenti sejenak untuk menikmati setiap rasa makanan yang masuk kedalam mulut kita, dimana kita memanjangkan intensitas untuk menikmati tanpa terburu-buru mengambil sendokan selanjutnya.

Konsep ini diteliti secara mendalam oleh ahli psikologi dari Loyola University of Chicago yang bernama Fred Bryant dan Joseph Veroff. Penelitiannya menunjukkan bahwa kita tidak selalu menanggapi hal-hal baik dalam kehidupan kita dengan cara yang memaksimalkan efek positifnya terhadap kehidupan kita. Alhasil banyak diantara kita menyia-nyiakan kenikmatan suatu peristiwa guna mengejar kenikmatan yang ada dimasa depan yang kitapun belum menjamin dapat memilikinya.
Berikut beberapa hal menjadi keuntungan bagi orang yang melakukan Savoring:

1. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Ketika kita berupaya memperhatikan perasaan dan emosi positif, tubuh kita akan dibanjiri oleh neurotransmiter yang mendorong kita merasa lebih baik seperti meningkatnya produksi hormon dopamin dan serotonin yang mampu mengurangi stres dan menenangkan sistem saraf kita. 

2. Membantu dalam membuat pilihan hidup yang positif.

Ketika kita meluangkan waktu untuk merasakan secara mendalam tentang apa yang menyenangkan bagi kita, hal ini membantu kita untuk membuat keputusan atau menetapkan tujuan untuk masa depan dengan lebih konstruktif yang jauh dari keputusan yang penuh akan muatan emosional. 

3. Mengalami kehidupan yang penuh syukur dan terhindar dari sifat ketidakpuasan terhadap diri sendiri. 

Mereka yang menikmati saat-saat istimewa dalam hidup, sering melaporkan memiliki penghargaan yang lebih besar terhadap diri sendiri dan mampu memandang peristiwa negatif dalam hidup dengan berbagai perspektif. 

4. Mengembangkan rasa percaya diri.

Menikmati saat-saat ketika kita telah mencapai sesuatu atau telah melakukan dengan baik, dapat membangun fondasi kuat terhadap rasa percaya diri. 

Dengan berbagai manfaat tersebut, bagaimana kita mewujudkan savoring dalam kehidupan kita?


Mewujudkan Savoring.

Dalam buku Authentic Happiness milik Martin Seligman, Bryant menceritakan pengalamannya ketika melakukan sebuah upaya Savoring saat mendaki gunung.

Kuhirup udara yang dingin dan tipis yang kuhembuskan secara perlahan. Tercium aroma polemonium yang tajam dan kuat. Kucari sumbernya dan kutemukan sebatang lavender yang tumbuh tegak diantara bebatuan di dekat kakiku. Kututup mataku dan kudengarkan angin ketika ia membumbung ke puncak gunung dari lembah dibawah sana. Aku duduk diantara bebatuan yang tinggi dan menikmati dengan berbaring diam dalam hangatnya sinar mentari. Kupungut sebongkah batu untuk kubawa sebagai cinderamata, pengingat momen ini. Teksturnya yang kasar dan tak rata, terasa bagai kertas amplas. Aku merasakan dorongan kuat untuk mencium batu itu dan ketika aku mengendusnya, aku merasakan betapa lama batu itu terletak ditempatnya jutaan tahun yang lalu.

Lewat penelitiannya dengan berbagai subjek dan proses analisis dengan berbagai studi, Fred Bryant dan Joseph Veroff telah meringkas beberapa cara guna mengembangkan ketrampilan melakukan Savoring.

1. Bagikan perasaan baik dengan orang lain.
Hal ini bisa berupa mencari orang terdekat untuk menjadi media berbagi pengalaman dan menceritakan betapa tinggi penghargaan kita terhadap momen itu. Cara ini juga bisa diartikan sebagai mengubah perspektif peristiwa positif menjadi berita positif. Faktanya, penelitian Erica Chadwick menunjukkan bahwa seseorang hanya perlu berpikir untuk menyampaikan kabar baik kepada orang lain agar merasa lebih bahagia. Selain itu Bryant mengatakan bahwa menikmati merupakan perekat yang mengikat orang dan penting untuk memperpanjang hubungan. Alhasil ketika kita membagi peristiwa positif menjadi kabar baik untuk orang lain, maka proses menikmati secara bersama-sama membawa sebuah hubungan tetap bersama. 

2. Ambillah foto mental. 
Pengambilan foto mental ini seperti yang dilakukan Fred Bryant ketika mendaki gunung dengan menggambil sebongkah batu guna menjadi bahan pengingat peristiwa positif yang terjadi. Dalam bentuk lain, hal ini bisa seperti berhenti sejenak dan menyadari peristiwa positif apa yang ingin kita rasakan. Bryant mengatakan bahwa dalam tahap ini kita seperti mengatakan pada diri sendiri “ini bagus, saya menyukainya”. Dalam ranah yang sejalan, satu penelitian juga mengungkapkan pentingnya upaya mengambil foto mental. Penelitian terhadap orang yang berjalan kaki selama 20 menit setiap hari selama satu minggu dan secara sadar mencari hal-hal baik dilaporkan merasa lebih bahagia. 

3. Ucapkan selamat pada diri sendiri. 
Upaya ini seolah mengatakan bahwa “jangan takut untuk bangga”. Tahap ini juga bisa diartikan sebagai upaya mencintai diri sendiri dengan menikmati peristiwa positif yang terjadi dalam kehidupan. Upaya ini juga dapat terwujud lewat rasa syukur yang nantinya akan bermanifestasi menjadi sebuah motivasi yang mampu memacu semangat untuk peristiwa positif selanjutnya. 

4. Pertajam persepsi sensorik. 
Mempertajam persepsi sensorik bisa diwujudkan dengan meluangkan waktu untuk menggunakannya secara sadar dan menikmati setiap sentuhan yang terasa. Seperti kita meluangkan waktu untuk mengendus makanan, mencium bau makanan, atau menutup mata sambil menikmati setiap rasa makanan yang tersentuh pada lidah. Bryant mengatakan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang mudah karena pada setiap waktu kita selalu mendapatkan gangguan dalam bentuk yang beragam. Namun dalam suatu penelitian, mahasiswa yang fokus pada cokelat yang mereka makan melaporkan merasa lebih senang daripada mahasiswa yang melakukan berbagai kesibukan sembari makan. 

5. Membandingkan dengan sesutu yang lebih buruk. 
Pada tahap ini layaknya mengingatkan diri sendiri atas keberuntungan dari hasil yang kita dapat. Upaya ini seperti ketika kita terlambat kerja, kita mengingatkan diri sendiri tentang mereka yang mungkin tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Upaya ini juga lawan dari menyalahkan diri atas kesalahan yang kita buat. Namun lebih pada memetakan penyebab dengan menyadari secara penuh kesalahan yang kita lakukan dan berupaya untuk mencari sebuah penyeleseian. 

6. Terserap penuh dengan peristiwa. 
Erica Chadwick mengatakakan bahwa upaya ini seperti berhenti sejenak dan merenungkan pengalaman positif di tempat kejadian. Upaya ini bisa dalam wujud berusaha untuk tidak mengingatkan diri tentang hal-hal lain yang hendak dilakukan, tentang pikiran apa yang muncul selanjutnya, dan tidak memikirkan cara agar kualitas peristiwa itu bisa lebih ditingkatkan. 

Pada tahap ini kita seolah mematikan pikiran sadar dan menyerap emosi positif selama momen khusus itu berlangsung. Studi tentang pengalaman positif juga menunjukkanbahwa orang-orang yang paling menikmati diri mereka ketika mereka benar-benar terserap dalam suatu tugas atau momen.
Meningkatkan ketrampilan Savoring ini menjadi penting mengingat gaya hidup modern cenderung mudah terburu-buru dan tidak benar-benar meluangkan waktu untuk menikmati setiap detilnya. Waktu yang seharusnya menjadi upaya memanifestasi diri, seolah datang dalam bentuk seperti pemburu dimana tidak ada celah untuk dirayu. Mengejar dan terkejar tergambarkan dalam kehidupan yang berorientasi untuk berbuat lebih banyak dan lebih cepat. Seolah demi menghemat waktu dan merencanakan masa depan, kita kehilangan masa sekarang yang terbentang luas. Untuk itulah Savoring berguna untuk kita meminimalisir kecemasan dan memanfaatkan apa yang kita miliki.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments



Tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS). Tahun 2019 ini tema yang diangkat adalah mengenai pencegahan bunuh diri. Diambil dari WHO, tahukah anda bahwa 800.000 orang setiap tahunnya meninggal karena bunuh diri. Terdapat 1 orang yang bunuh diri setiap 40 detik, 90%-nya memiliki riwayat gangguan jiwa. Depresi dan ketergantungan alkohol merupakan faktor resikonya. Sepertiga kasus bunuh diri terjadi pada usia muda dan menjadi salah satu penyebab kematian usia muda yaitu antara 15-29 tahun. Di Indoneia sndiri belum ada angka prevalensi nasional. Menurut penelitian dikatakan bahwa angka bunuh diri di kota Jakarta pada tahun 1995-2004 mencapai 5,8/100.000 penduduk. Begitupun laporan dari WHO di tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 % per 100.000 jiwa. Karena itu, isu bunuh diri sangatlah penting, bunuh diri dapat dicegah. 


Bagaimana cara mencegahnya? Kita sebagai manusia sosial, berinteraksi dengan banyak orang setiap harinya. Kenali jika ada rekan, kerabat, keluarga, atau siapapun disekeliling anda yang secara tidak langsung mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup seperti “kayaknya saya lebih baik tidak ada saja di dunia” atau “untuk apa saya hidup lagi”. Selain itu, beberapa hal yang menjadi perhatian adalah sebagai berikut : 



- Pembicaraan mengenai keinginan mengakhiri hidup.
- Pembicaraan mengenai rasa malu atau bersalah yang besar.
- Merasa menjadi beban bagi orang lain.
- Merasa hampa, tidak ada harapan, tertekan, dan tidak ada alasan untuk hidup.
- Sangat sedih, cemas, gelisah, atau marah.
- Rasa tertekan dan sakit secara fisik atau mental yang tidak dapat diatasi.
- Mencari tahu metode-metode bunuh diri.
- Menarik diri dari lingkungan, mengucapkan kata perpisahan.
- Membicarakan hal yang beresiko misalnya mengebut di jalanan.
- Mood / suasana hati yang berubah-ubah.
- Perubahan pola makan dan tidur.
- Menggunakan obat-obatan terlarang atau alkohol berlebihan. 


Faktor resiko bunuh diri antara lain : 


- Depresi atau gangguan jiwa lainnya termasuk penggunaan obat-obatan dan zat terlarang.
- Kondisi mental tertentu.
- Rasa nyeri kronis.
- Percobaan bunuh diri sebelumnya.
- Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.
- Riwayat bunuh diri dalam keluarga.
- Mengalami penganiayaan dan pelecehan termasuk dalam keluarga.
- Memilik senjata di rumah.
- Baru saja keluar dari penjara.
- Terpapar perilaku bunuh diri dari keluarga, lingkungan, atau selebriti. 



Jika seseorang yang anda kenal menunjukan tanda-tanda diatas, segera ajak ia untuk menemui ahli seperti psikiater dan psikolog. Bunuh diri tidak terjadi begitu saja, walaupun dapat juga bersifat impulsif. Biasanya didasari oleh masalah kejiwaan seperti depresi, bipolar, skizofrenia, gangguan kepribadian, dll. Sehingga penting untuk mengenali masalah kejiwaan dan menanganinya dengan bantuan ahli agar gangguan tersebut tidak semakin berat dan membuat yang mengalaminya memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. 



Selain mengenali gejala bunuh diri, penting juga untuk mengetahui cara mencegahnya dan tidak menstigma mereka yang memiliki keinginan bunuh diri. Berikut yang dapat kita lakukan jika ada orang yang memiliki keinginan bunuh diri, selain mengajak ia ke ahlinya : 


- Jangan anggap sepele keinginan bunuh diri. 
- Dengarkan keluhan/curhatan masalahnya tanpa menghakimi dan memberi nasehat berlebihan. 
- Jauhkan lingkungan dari benda berbahaya. Jika memungkinkan, jangan ditinggal sendirian. 
- Membantu untuk mengajak beraktivitas sebagai bentuk pengalihan dari ide bunuh diri. 
- Tetap jaga hubungan dan menanyakan perkembangan kondisinya walaupun keinginan bunuh diri sudah tidak ada. 


Banyak juga mitos yang beredar mengenai bunuh diri, berikut mitos dan faktanya dikutip dari website doktersehat.com : 


Mitos: Membahas bunuh diri bisa mendorongnya. 
Fakta: Banyak orang mengkhawatirkan hal ini, namun tidak ada bukti yang mendukung ketakutan ini. Penting untuk berbicara secara terbuka tentang bunuh diri, baik untuk mendapatkan pertolongan jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, dan bertanya tentang pemikiran bunuh diri pada orang-orang yang dekat dengan Anda. Tanpa diskusi terbuka tentang bunuh diri, penderitaan tersebut mungkin terus terasa terisolasi, dan kecil kemungkinannya untuk mendapatkan bantuan. 

Mitos: Satu-satunya orang yang bunuh diri adalah mereka yang memiliki gangguan jiwa. 
Fakta: Pikiran dan tindakan bunuh diri menunjukkan adanya kesusahan dan seringkali keputusasaan dan ketidakbahagiaan. Pikiran bunuh diri dapat menjadi bagian dari gangguan mental namun tidak selalu. Banyak orang dengan penyakit jiwa tidak pernah memiliki perilaku bunuh diri, dan tidak semua orang yang melakukan bunuh diri memiliki penyakit jiwa. 

Mitos: Pikiran bunuh diri tidak pernah hilang. 
Fakta: Meningkatnya pikiran atau risiko bunuh diri bisa datang dan berjalan seiring situasi dan gejalanya bervariasi. Pikiran bunuh diri bisa kembali, tapi tidak permanen. 

Mitos: Orang yang bunuh diri bertekad mengakhiri hidupnya. 
Fakta: Orang-orang yang selamat dari usaha bunuh diri sering menyatakan bahwa mereka tidak ingin mati tapi tidak ingin terus hidup dengan penderitaan yang mereka rasakan. Mereka sering ambivalen tentang hidup atau mati. Setelah sebuah usaha, beberapa orang dengan jelas menunjukkan bahwa mereka ingin hidup terus, dan kebanyakan orang yang bertahan dalam sebuah usaha tidak akan mengakhiri hidup mereka nantinya. Akses untuk membantu pada saat yang tepat dapat mencegah bunuh diri. 

Mitos: Tidak ada peringatan untuk kebanyakan kasus bunuh diri. 
Fakta: Saat melihat ke belakang, kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri menunjukkan beberapa tanda dalam hal yang mereka katakan atau lakukan dalam minggu-minggu sebelumnya. Beberapa kasus bunuh diri mungkin impulsif dan tidak direncanakan, namun ada tanda-tanda depresi, kecemasan, atau penyalahgunaan zat. Penting untuk memahami tanda-tanda peringatan itu. 

Mitos: Individu yang membahas bunuh diri tidak akan benar-benar melakukannya. 
Fakta: Orang yang berbicara tentang bunuh diri mungkin berusaha mencari pertolongan atau dukungan. Kebanyakan orang tidak nyaman membicarakan tentang bunuh diri, jadi mereka mungkin akan membawanya dengan bercanda atau begitu saja. Namun, penyebutan bunuh diri harus dilakukan secara serius dan dipandang sebagai kesempatan untuk membantu. Kebanyakan orang yang merenungkan bunuh diri mengalami depresi, cemas, dan putus asa namun mungkin tidak mendapat dukungan atau perawatan apapun. 

Mitos: Usaha bunuh diri hanyalah “teriakan minta tolong” atau cara untuk mendapatkan perhatian. 
Fakta: Usaha bunuh diri, bahkan yang “kecil” yang tidak memerlukan perhatian medis serius, merupakan tanda kesedihan yang ekstrem. Upaya bunuh diri harus dilakukan dengan serius dan merupakan alasan untuk menilai dan mengobati masalah kesehatan mental yang sedang berlangsung. 

Berikut data-data dan pamflet mengenai pencegahan bunuh diri dalam rangka HKJS 2019 : 

https://wfmh.global/wp-content/uploads/wmhd-2019_english-material.pdf

https://www.who.int/docs/default-source/mental-health/suicide/flyer-40seconds-web.pdf?sfvrsn=5ba643c_2


Sumber : 

http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20191007/2131955/orang-depresi-tak-tertangani-rawan-bunuh-diri/?fbclid=IwAR0Bv5ZQDyYHABNvnpDFnhbnAQuVjrFLGipJBZ8z6EKGnvMeokrD5v_FIbA
https://doktersehat.com/mitos-dan-fakta-terkait-bunuh-diri/
https://www.nimh.nih.gov/health/topics/suicide-prevention/index.shtml

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Bipolar Care Indonesia

Commercial Photography

Merupakan sebuah komunitas yang bergerak di bidang kesehatan jiwa, mewadahi penyintas bipolar, caregiver-nya, dan siapa saja yang peduli dengan bipolar. Melakukan edukasi, dukungan, dan aktivitas dengan bimbingan profesional maupun mandiri.

Categories

  • Articles
  • Events
  • Gallery

Follow Us

  • Instagram
  • Facebook

Pages

  • Home
  • About
  • Apa Itu Bipolar ?
  • Referensi
  • Join Us

Blog Archive

  • Feb 2022 (1)
  • Jan 2022 (1)
  • Jun 2021 (1)
  • Oct 2020 (2)
  • May 2020 (6)
  • Apr 2020 (1)
  • Mar 2020 (1)
  • Feb 2020 (2)
  • Jan 2020 (1)
  • Dec 2019 (5)
  • Nov 2019 (1)
  • Oct 2019 (2)
  • Sep 2019 (4)
  • Aug 2019 (1)
  • Jul 2019 (1)
  • Jun 2019 (1)
  • May 2019 (4)
  • Apr 2019 (6)
  • Mar 2019 (2)
  • Feb 2019 (3)
  • Jan 2019 (3)
  • Dec 2018 (2)
  • Nov 2018 (3)
  • Oct 2018 (3)
  • Sep 2018 (9)

Instagram

@bipolarcare.indonesia

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates