Fenomena Gangguan Mood Pada Anak dan Remaja
Fenomena
Gangguan Mood Pada Anak dan Remaja
oleh dr. Eduardo Renaldo
oleh dr. Eduardo Renaldo
Menghayati alam perasaan merupakan bagian hakiki dari kehidupan manusia yang tidak kalah artinya jika dibandingkan dengan kebutuhkan pokok lain seperti makan dan minum. Kehidupan alam perasaan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komunikasi interpersonal yang dinamis juga dalam kehidupan sosial. Penyimpangan sedikit saja, apalagi yang lebih berat dapat menyebabkan berbagai hendaya atau gangguan dalam menjalankan peran atau fungsi sosialnya dalam kehidupan.
Gangguan mood (suasana perasaan) merupakan gangguan jiwa dengan gejala utama adalah perubahan suasana perasaan yang cukup sering ditemui. Sekitar 3-5% populasi pada suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalaminya. Beberapa gangguan mood yang dikenal yaitu depresi (perasaan sedih sedih, murung rasa putus asa) dan mania (perasaan senang berlebihan). Akan tetapi suasana perasaan seseorang juga dapat silih berganti dengan sangat drastis dan cepat yang dikenal dengan istilah ‘episode’ pada Gangguan Bipolar (GB). Ingin mengetahui lebih lanjut tentang gangguan mood terutama pada anak dan remaja? Simak yuk jawabannya disini!
Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan keseimbangan mood yang sangat umum terjadi. Ditandai dengan muncul nya bentuk keluhan yang berkaitan dengan penurunan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa), maupun gejala yang muncul dalam keluhan fisik seperti malas bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala yang terus menerus, angka depresi mulai terjadi pada anak-anak dan remaja di bawah usia 15 tahun. Angka kejadian depresi terjadi pada anak prasekolah (0,3%); anak sekolah (2%); dan 4-8% pada remaja. Anak-anak pada kedua jenis kelamin memiliki pengaruh yang sama, tetapi pada remaja, perempuan memiliki risiko dua kali lebih besar dibandingkan laki-laki. Kejadian ini memuncak pada masa dewasa tua (pada perempuan berusia 55-74 tahun di atas 7,5%, dan di atas 5,5% pada laki-laki).
Secara umum, depresi memiliki beberapa gejala yang dapat ditemukan di setiap kalangan umur. Adapun gejala-gejala tersebut dibagi menjadi 2 kelompok besar yakni Gejala utama dan Gejala lain yang biasanya terjadi sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi durasi yang lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
1. Gejala Utama:
- Ekspresi emosi (Afek) depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatknya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
2. Gejala lainnya:
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
Memang tidak semua kondisi depresi harus dikategorikan sebagai gangguan sakit. Ada yang pencetusnya jelas dan dapat teratasi sendiri. Adapula yang meskipun pencetusnya jelas, memiliki gejala depresinya berkepanjangan. Namun, depresi masa kanak-kanak memiliki risiko 60-70% terus berlanjut hingga dewasa dan 20-40% mengalami gangguan bipolar dalam 5 tahun. Setelah pemulihan dari episode depresi sendiri, anak-anak mungkin mengalami gejala sisa, seperti harga diri yang buruk, peningkatan perilaku pengambilan risiko,dan gangguan hubungan interaksi sosial dan fungsi secara umum.
Beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada kelompok usia ini adalah:
- Perilaku antisosial
- Prestasi di sekolah menurun
- Menarik diri dari pergaulan atau aktivitas sosial
- Berat badan yang bertambah atau menurun dengan drastis
- Penyalahgunaan zat
- Agresif, gelisah
Beranjak dari gangguan depresi, bila membicarakan mengenai gangguan manik maka tidak akan luput dari gangguan hipomanik dan gangguan bipolar yang merupakan suatu kesatuan. Sekilas manik dan hipomanik terdengar serupa, namun keduanya merupakan gejala bipolar yang menunjukkan tingkat keparahan dan tipe bipolar yang berbeda.
1. Pada manik gejala utama berupa:
- Rasa senang/bahagia yang berlebihan (suatu mood yang lebih ceria dari biasanya),
- Kepercayaan diri yang tinggi,
- Meningkatnya energi,
- Hiperaktif,
- Kebutuhan tidur berkurang,
- Mood mudah meledak, marah-marah, mudah tersinggung,
- Bicara banyak sekali
- Memiliki pergeseran ide-ide pembicaraan yang sangat banyak, sangat cepat dan terus menerus
- Sulit berkonsentrasi
- Boros atau menghabiskan uang dalam jumlah besar yang tidak rasional
- Gairah seksual meningkat
- Agresif dan kecemasan/kegelisahan berat. Mereka dapat melukai dirinya sendiri atau melakukan tindakan kekerasan terhadap keluarga atau orang lain.
- Pada keadaan berat dapat disertai:
o Keyakinan palsu sehingga tidak dapat membedakan antara realita dan imajinasi (delusi)
o Melihat atau merasakan secara nyata sesuatu yang tidak nyata (halusinasi)
2. Sedangkan, hipomanik merupakan keadaan mania dengan derajat gangguan yang lebih ringan yang tidak memenuhi gejala mania namun tetap memiliki pengaruh yang nyata pada lingkungan dan aktivitas sosial. Kondisi ini sulit diketahui, tapi orang-orang di sekitar pasien mampu mengenali perubahan tersebut. Pada episode hipomania ini sendiripun tidak disertai dengan halusinasi atau delusi, dan apabila terjadi kekacauan berat atau menyeluruh maka keadaan mania harus ditegakkan.
Adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana terdiri dari peningkatan mood disertai penambahan energi atau aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan mood disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi) disebut juga dengan Gangguan Bipolar. Episode mania sering muncul pada orang dengan bipolar tipe 1 (GB I) walaupun kondisi manik saja juga bisa dianggap sebagai GB I sementara orang yang mengalami bipolar tipe 2 (GB II) tidak mengalami episode mania, melainkan hipomania. Untuk memberikan gambaran lebih tentang suasana perasaan pada orang dengan gangguan bipolar, yuk kita simak gambar dibawah!
Gangguan bipolar (GB) merupakan salah satu gangguan perasaan jiwa yang berat dengan prevalensi cukup tinggi yaitu 1%-2%. Selain adanya perubahan suasana hati yang ekstrem tersebut, yang khas adalah bahwa biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Dalam usaha memahami penyebab GB, para peneliti terus melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara tanda gejala penyakit yang sangat kompleks dengan dasar biologinya. Gangguan bipolar dihubungkan dengan berbagai gangguan otak seperti gangguan struktur, fungsi, kimia, neurokimia, neuroendokrin, dan transduksi sinyal otak.
Dengan berbagai penyebab seperti adanya riwayat keluarga (20%), orang tua dengan riwayat bipolar, remaja dengan gangguan cemas, trauma atau peristiwa hidup yang penuh stres, gejala gangguan bipolar bisa saja muncul pada masa kanak-kanak dan baru terdeteksi ketika anak memasuki usia remaja. Hal ini sulit untuk diamati karena disamping anak-anak belum dapat mengekspresikan emosi atau perasaannya dengan baik, gangguan bipolar pada anak seringkali juga dikira hanya kenakanalan masa anak-anak dan juga memiliki beberapa gejala yang mirip dengan gangguan atensi.
Menurut data dari National Comorbidity Survey Adolescent Supplement (NCS-A) prevalensi dari kelompok remaja berusia 13-18 tahun, didapatkan sebanyak 2.9% remaja mengalami gangguan bipolar, dan 2,6% diantaranya mengalami penurunan fungsi yang berat. Pada data ini juga ditemukan prevalensi gangguan bipolar yang lebih tinggi pada remaja wanita (3.3%) dibandingkan dengan remaja pria (2.6%).
Gangguan bipolar pada anak, remaja, dan dewasa memiliki gejala yang sama yakni memiliki episode manik yang muncul tiba-tiba berlangsung antara 2 minggu sampai dengan 4 – 5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Pada GB I maupun GB II, episode depresi yang jauh lebih lama hingga tiga kali lipat ini kerap kali disertai dengan munculnya ide bunuh diri yakni berupa pikiran-pikiran atau tindakan untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini tidak hanya menyebabkan GB sebagai penyebab disabilitas dan gangguan fungsi ke-6 dunia tetapi juga dikaitkan dengan tingginya angka kematian dini. Sekitar 25% orang dengan GB pernah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikit satu kali dalam kehidupannya.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya jika anak, remaja, dan dewasa memiliki gejala-gejala yang sama namun terdapat beberapa gejala yang lebih menonjol pada anak dan remaja, antara lain:
- Perubahan mood yang sangat cepat dan tidak jelas perubahan dari mania ke depresi atau sebaliknya (instabilitas mood)
- Sikap mudah meledak, mudah dibuat marah atau tersinggung
- Aktivitas merusak (destruktif)
- Sering mengganggu (intrusiveness).
Selain itu, gangguan bipolar yang terjadi pada usia yang lebih dini memiliki perjalanan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan gangguan yang terjadi pada usia dewasa. Rata-rata, orang dengan gangguan bipolar sejak dini memiliki risiko yang lebih tinggi pada percobaan bunuh diri ketimbang dengan gangguan yang muncul pada dewasa.
Eratnya perasaan dengan kehidupan sehari-hari membuat gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan ) sering tidak dianggap sebagai suatu ‘penyakit’ atau ‘kondisi sakit’ terutama pada masa anak-anak dan remaja yang memiliki perasaan dan emosi seperti gelombang lautan yang labil. Tidak jarang kondisi gangguan perasaan tersebut terabaikan atau tidak terdiagnosis, karena seringkali gejala atau keluhan yang muncul adalah keluhan fisik tanpa penyebab yang jelas (seperti pada gangguan depresi). Hal ini juga terjadi pada Gangguan Bipolar (GB). Bila gejala yang muncul adalah gejala mania maka penentuan diagnosisnya akan lebih mudah. Meskipun demikian GB sendiri juga sering salah atau tidak terdiagnosis dikarenakan sekitar 20-50% individu yang mulanya didiagnosis sebagai depresi ternyata adalah GB. Hal tersebut sangat merugikan individu, karena salah atau tidak terdiagnosis, pengobatan yang diberikan pun sering tidak efektif sehingga menjadi beban keluarga, disabilitas sosial atau penurunan kemampuan fungsional jangka panjang, penurunan kualitas hidup dan tingginya risiko bunuh diri.
Perlu diingat bahwa gangguan mood perlu diidentifikasi oleh psikolog klinis atau psikiater. Psikiater juga dapat memberikan rencana terapi baik pada keadaan akut maupun jangka panjang dengan berkolaborasi bersama psikolog untuk terapi non obat. Oleh karena itu pentingnya akan kesadaran dan pengertian terhadap gangguan mood terutama di kalangan keluarga, lingkungan, maupun tenaga medis sekalipun merupakan hal yang sangat penting agar di masa mendatang masalah terkait gangguan mood ini dapat dideteksi lebih dini dan ditangani dengan lebih baik.
Daftar Pustaka
1. American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5)
2. Amir N. Gangguan Mood Bipolar: Kriteria diagnostik dan tatalaksana dengan obat antipsikotika atipik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
3. Amir N. Depresi: aspek neurobiologi diagnosis dan tatalaksana. Ed. Ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
4. Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medis, 1993. PPDGJ III Pedoman penggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa Indonesia III, cetakan pertama. Departemen Kesehatan, Jakarta
5. Diler RS, Birmaher B. Bipolar disorder in children and adolescents. In Rey JM (ed), IACAPAP e-Textbook of Child and Adolescent Mental Health. Geneva: International Association for Child and Adolescent Psychiatry and Allied Professions 2012.
6. Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates. Geneva: World Health Organization; 2017. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IG
7. National Institute of Mental Health. Bipolar disorder in children and teens: A parent’s guide. USA: U.S. Department of Health and Human Services.
Sabaté E. Priority Medicines for Europe and the World "A Public Health Approach to Innovation". Chapter 6: Depression in young and people and the elderly. 2004
2. Amir N. Gangguan Mood Bipolar: Kriteria diagnostik dan tatalaksana dengan obat antipsikotika atipik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
3. Amir N. Depresi: aspek neurobiologi diagnosis dan tatalaksana. Ed. Ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
4. Depkes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medis, 1993. PPDGJ III Pedoman penggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa Indonesia III, cetakan pertama. Departemen Kesehatan, Jakarta
5. Diler RS, Birmaher B. Bipolar disorder in children and adolescents. In Rey JM (ed), IACAPAP e-Textbook of Child and Adolescent Mental Health. Geneva: International Association for Child and Adolescent Psychiatry and Allied Professions 2012.
6. Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates. Geneva: World Health Organization; 2017. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IG
7. National Institute of Mental Health. Bipolar disorder in children and teens: A parent’s guide. USA: U.S. Department of Health and Human Services.
Sabaté E. Priority Medicines for Europe and the World "A Public Health Approach to Innovation". Chapter 6: Depression in young and people and the elderly. 2004
0 comments