sumber gambar : kompas.com |
Menjaga
Kesehatan Mental saat Pandemi Covid-19
Oleh:
dr. Eduardo Renaldo
Tidak hanya itu, sejak diumumkan kasus poitif virus
Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, berbagai aspek kehidupan dari
ekonomi, sosial, hingga kehidupan sehari-hari turut mengalami perubahan.
Berbagai kebijakan dan strategi baru telah dikeluarkan pemerintah pusat dan
daerah dalam rangka mencegah dan memutus rantai penularan Covid-19 di
masyarakat.
Mulai dari social distancing, karantina dan
isolasi diri, beraktivitas di rumah, banyaknya instansi penyelenggara layanan
publik yang membatasi pelayanan bahkan meniadakan pelayanan sementara, dan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menjadi satu fenomena yang harus
dilakukan.
Fenomena yang berubah dengan begitu cepat dengan waktu
yang tidak dapat ditentukan lamanya menyebabkan pandemi virus corona tidak
hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental banyak orang
seperti gangguan panik, cemas, dan depresi.
Terdapat sebuah survei berskala nasional pertama yang
dilakukan di Cina mengenai distres psikologis dengan melibatkan sebanyak 52.730
responden dari 36 provinsi. Studi menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh
pada terjadinya distres psikologis seperti gangguan panik, cemas dan depresi,
yaitu:
- Jenis kelamin wanita lebih rentan
mengalami stres dibandingkan pria dan dapat
mengalami
gangguan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
- Individu dengan usia 18-30 tahun
atau diatas 60 tahun lebih rentan mengalmi
stres, dimana usia 18-
30 merupakan usia produktif seseorang dan banyak mendapatkan informasi dari sosial media
sehingga mudah memicu terjadinya stres.
Sedangkan tingginya angka kematian pada pasien dengan
usia diatas 60 tahun juga membuat kelompok usia ini lebih rentan
mengalami stres.
- Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi juga lebih rentan dalam mengalami stres
yang dikaitkan
dengan tingginya kesadaran pada kesehatan diri sendiri.
- Pekerja yang harus menggunakan
transportasi publik dan pekerja yang khawatir
dalam terjadinya
risiko pengurangan pendapatan atau pengurangan jumlah pekerja membuat mereka lebih rentan
mengalami peningkatan stres psikologis.
- Masyarakat yang tinggal lebih dekat
dengan daerah kasus tertinggi juga mempengaruhi
terjadi nya
stres.
Beberapa hal lain yang dapat mempengaruhi distres
psikologis antara lain dengan ketersediaan sumber daya kesehatan, tingkat
pelayanan kesehatan publik yang efisien, dan kebijakan pemerintah dalam
mengontrol serta mencegah situasi pandemik ini.
Merasakan cemas, sedih, stres, bingung, takut, dan marah
adalah perasaan yang normal saat menghadapi krisis seperti ini. Perasaan ini
akan memberikan respon pada tubuh untuk melakukan perlindungan dan memastikan
keamanan. Reaksi emosi ini positif dan baik apabila dirasakan dan direspon
sewajarnya oleh seseorang. Emosi positif sebenarnya saling berkaitan dengan
kualitas kesehatan. Ini karena tubuh dan pikiran saling terhubung dimana
perasaan positif terhadap hidup memberi efek kesehatan yang lebih baik.
Tetapi hal ini dapat dikatakan sebagai gangguan
apabila perasaan-perasaan tersebut direspon secara berlebihan dan tidak
rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan
sehari-hari. Keadaan tersebut dapat menimbulkan hambatan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain dan terganggunya kesehatan mental yang
berpotensi menurunkan kekebalan tubuh kita.
Menanggapi
keadaan ini, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Perhimpunan Dokter
Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) menghimbau agar masyarakat
melakukan 3 hal sederhana berikut:
1. Posting
hal positif, menyenangkan, dan memberikan harapan.
- Kirimkan atau siarkan pesan-pesan positif,
menyenangkan, dan memberikan harapan (hal ini
termasuk untuk Media Massa)
- Carilah dan perbanyak informasi positif,
menyenangkan dan memberikan harapan.
- Kurangi membaca berita atau informasi yang tidak
dibutuhkan (kita tidak perlu mengetahui
semua hal, ibaratnya kita tidak perlu
mengetahui pesawat yang sedang terbang itu akan ke
mana).
- Carilah sumber inspirasi yang menguatkan (misalnya
ODP atau PDP yang mempunyai
ketangguhan menghadapi kondisinya.
2. Saling
memberikan dukungan dan bantuan.
- Menjaga hubungan sosial (dengan tetap melakukan phsyical
distancing) melalui media sosial.
- Saling memperkuat dukungan dan bantuan dalam keluarga.
- Saling memperkuat dukungan dan bantuan dalam
komunitas/masyarakat.
- Saling memperkuat dukungan dan bantuan antar teman.
- Memperkuat kesadaran bahwa kita sedang bersama,
tidak sendiri, menghadapi bencana ini.
- Mencari dukungan tenaga profesional (antara lain
Tenaga Psikologi - seperti Psikolog,
Psikiater, atau profesi lainnya) ketika mengalami perasaan tertekan, kecemasan, dan
lainnya (bila diperlukan).
3. Impikan
bencana akan berakhir.
- Membangun sugesti positif pada diri sendiri.
- Melakukan relaksasi untuk meredakan tekanan emosi.
- Melatih emosi positif dengan mencari sisi baik dari
situasi saat ini
- Meningkatkan religiusitas.
- Memperkuat harapan dan optimisme.
- Memperkuat keyakinan bahwa diri kita bersama semua
pihak mampu mengatasi
bencana ini.
Disaat seperti ini dengan banyak nya perubahan dan
pembatasan pelayanan publik dan perubahan penanganan di fasilitas kesehatan
akan menghambat masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan fisik dan
kesehatan mental. Namun hal ini tidak dapat menjadi alasan untuk meninggalkan
pola hidup yang sehat. Kita tetap dapat menjaga pola hidup sehat seperti makan
makanan yang bergizi, tidur cukup, olah raga teratur, dan melakukan kontak
sosial dengan orang yang dikasihi di rumah dan keluarga atau teman di luar
melalui telepon atau alat komunikasi lain.
Mengelola
stres ketika #dirumahaja
Karena hati gembira adalah obat untuk kesehatan yang
lebih baik, apabila harus tinggal dirumah, PDSKJI juga menyarankan
beberapa cara agar kita dapat mengelola stres secara mandiri untuk meningkatkan
daya tahan tubuh, menjaga kualitas tidur dan meningkatkan pertahanan tubuh
terhadap penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan manajemen stres sebagai
berikut:
1. Carilah
informasi seputar Covid-19 yang akurat dari sumber terpercaya (WHO, CDC,
Kementerian Kesehatan)
2. Tetapkan
batas ambang asupan berita tentang Covid-19 yang kita butuhkan.WHO sarankan hanya
mencari informasi
faktual agar dapat menyusun rencana dan
melindungi diri serta orang yang
kita cintai
3. Jaga
diri baik-baik. Fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Buatlah jadwal rutinitas
keseharian agar
kehidupan lebih terstruktur namun tetap menyenangkan.
Dengan demikian lebih
cepat beradaptasi pada normalitas yang baru ini.
4. Komunikasi
dengan orang lain dan beri dukungan kepada ODP, PDP, dan penderita infeksi Covid-
19 melalui
WA/Telepon/SMS
5. Pertahankan
optimisme, harapan, dan pikiran positif. Bahwa faktanya penderita infeksi virus
Covid-19 ada yang bisa sembuh. Juga
fokus pada Here and Now,
jangan membayangkan hal-hal
yang di luar kendali kita.
6. Perhatikan
apa yang kita rasakan. Lumrah jika merasa stres, cemas, kalang kabut, atau sedih. Yang
penting utarakan
perasaan itu kepada orang yang bisa dipercaya.
Bahkan luapkan melalui tulisan,
lukisan, atau ekpresi kreatif lainnya. Meditasi juga bisa menjadi medium.
untuk bisa
hadapi stres. Beri respon, dengan dan beri reassurance.
Orang tua ceritakan juga cara
mereka mengendalikan stres sehingga anak bisa belajar dari orang tua.
Diharapkan, apabila setelah melakukan beberapa hal
tersebut dan tidak berhasil, masyarakat dapat segera mencari dukungan tenaga
profesional seperti psikolog atau psikiater, misalnya dengan
mengirimkan email pertanyaan dan
konsultasi seputar kesehatan jiwa kepada:
pdskjijaya.covid19@gmail.com
Terutama jika terdapat pikiran/perilaku bunuh diri, perilaku
kekerasan yang membahayakan, perilaku dan atau emosi yang tidak terkontrol
untuk mendapatkan pendampingan psikososial bagi siapapun yang terdampak dari
Covid-19. #dirumahaja #BersamaLawanCovid19
1. Ombudsman
Republik Indonesia. Dampak pandemi Covid-19 bagi penyelenggaran pelayanan
publik. [Internet]. Ombudsman; 2020. Diunduh dari:
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--dampak-pandemi-Covid-19-bagi-penyelenggaraan-pelayanan-publik.
Disitasi 16 April 2020.
2. Qiu J, Shen B, Zhao M, et
al. A nationwide
survey of psychological distress among Chinese people in the Covid-19 epidemic:
implications and policy recommendations General Psychiatry 2020;33:e100213. doi:10.1136/gpsych-2020-
100213.
3. Redayani
PLS. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G,, editor. Buku
Ajar Psikiatri. Edisi ketiga. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2017. hal. 284-288.
4. Himpunan
Psikologi Indonesia. Himbauan 3 hal sederhana (HIMPSI dan PDSKJI). [Internet].
HIMPSI; 2020. Diunduh dari: https://himpsi.or.id/blog/materi-edukasi-
Covid-19-5/post/himbauan-3-hal-sederhana-himpsi-dan-pdskji-95. Disitasi 16
April 2020.
5. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Infografis manajemen stres agar
daya tahan tubuh tidak turun. [Internet]. PDSKJI; 2020. Diunduh dari: Instagram
PDSKJIJAYA. Disitasi 16 April 2020.
6. Centers
for Disease Control and Prevention. Stress and coping [Internet]. CDC; 2020.
Diunduh dari: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/
managing-stress-anxiety.html. Disitasi 16 April 2020.